Restrukturisasi BUMN menjadi Holding Company

Recent Studies

by brg

Restrukturisasi BUMN menjadi Holding Company

This research is designed as a learning material for the public, academics, as well as corporations, about the experience of restructuring state-owned enterprises. The method used in this study is based on a combination of the assessment on company performance, examination of SOEs restructuring strategic plan made by policy makers, and in-depth interviews with relevant resource persons. There are several SOE restructuring plan that inhibited or unperformed due to complexity of the bureaucratic process. Based on case studies noted that decision makers have to ensure some points, i.e. ideal restructuring model, simple bureaucratic, good planning, and great leadership, are fulfilled in order to succeed the corporate restructuring.

***

Dr. Toto Pranoto
Dr. Willem A. Makaliwe

***

Kunci keberhasilan restrukturisasi BUMN terletak pada bagaimana pemerintah secara tegas memilih metode yang paling sesuai dalam pencapaian hasil yang disepakati, seperti efisiensi pengendalian kebijakan, dan penguatan mata rantai aktivitas, untuk mencapai peningkatan nilai perusahaan. Merujuk praktek yang dijalankan di banyak negara, terdapat beberapa pilihan metode restrukturisasi, seperti pembentukan Holding Company, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (merjer dan akuisisi), penjualan saham kepada publik (IPO), penjualan kepada mitra strategis (Strategic Sale), penjualan kepada manajemen pengelola (MBO), Kontrak Manajemen, serta aliansi strategis lainnya.

Implementasi dari Masterplan 2014?2019 Kementerian BUMN Republik Indonesia, terutama sehubungan dengan restrukturisasi BUMN, acapkali terhambat oleh karena realisi perencanaan tersebut harus disertai dengan produk hukum, yakni Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini yang kemudian menjadi salah satu kelemahan restrukturisasi BUMN. Banyaknya stakeholder terkait, membuat proses pengambilan keputusan harus melewati proses birokrasi yang panjang dan rumit. Karena itu pihak pengambil kebijakan akan menyusun Masterplan BUMN 2014?2019 yang bersifat bottom?up. Dalam hal ini Kementerian melibatkan BUMN (terutama yang bergerak di bidang sekuritas dan investasi) untuk melakukan kajian mengenai target dan perencanaan BUMN ke depan.

Ide awal dari pembentukan holding company sebagai pilihan untuk restrukturisasi BUMN adalah untuk optimalisasi manajemen. Jika beberapa BUMN di sektor yang sama di?holding?kan maka paling tidak akan ada share support di dalam holding tersebut, misalkan human capital, distribution, information communication and technology) dan sebagainya. Selain itu pembentukan holding BUMN akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan, yang pada gilirannya anak perusahaan akan bergerak sebagai pure corporate. Bentuknya dapat berupa: financial (investment) holding company, strategic holding company (dengan jenis varian yang ada), atau operational holding company, yang tergantung dari perbedaan karakteristik anak perusahaan, value yang diharapkan dari holding. Pembentukan holding company ini berbeda dengan perusahaan induk yang sudah berdiri dan membentuk anak?anak perusahaan untuk menunjang aktivitasnya.

Holding BUMN Industri Pupuk dan Semen telah berjalan saat ini, dengan proses inisiasi pembentukan holding telah dimulai sejak tahun 1990?an. Yang mana cikal bakal pembentukan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dimulai sejak Pupuk Sriwijaya menjadi induk perusahaan bagi empat BUMN sektor industri pupuk pada tahun 1997. Sedangkan, inisiasi pembentukan Semen Indonesia dimulai sejak Semen Gresik mengakuisisi Semen Padang dan Semen Tonasa pada tahun 1995. Lebih lanjut terkait dengan restrukturisasi BUMN dalam hal Holding Company, Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembentukan induk perusahaan BUMN Perkebunan dan Kehutanan sedang dalam tahapan menunggu persetujuan Presiden. Hal tersebut dikarenakan rencana tersebut tidak tercantum dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas).

Konsistensi merupakan salah satu isu yang harus diperhatikan guna mencapai kelancaran implementasi Masterplan BUMN. Hal ini didasari oleh karena, produk hukum yang mendasari Masterplan BUMN hanya dapat sebatas Peraturan Menteri, sehingga sangat dimungkinkan perombakan Masterplan tersebut apabila terjadi pergantian Menteri. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan konsistensi kepemimpinan agar design pengelolaan BUMN dapat berjalan secara berkesinambungan.

Berdasarkan Undang?Undang yang berlaku, restrukturisasi badan usaha terdiri dari empat opsi, di antaranya adalah pembentukan holding, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Perbedaan Holding Company dengan opsi lainnya merujuk pada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Konsekuensi dari restrukturisasi suatu badan usaha adalah perubahan perlakuan dalam beberapa aspek internal perusahaan. Beberapa aspek tersebut di antaranya adalah aspek teknis (operasional), aspek legal, aspek organisasi dan sumber daya manusia, dan aspek perpajakan. Dimana menurut aspek legal, keempat bentuk restrukturisasi tersebut memiliki beberapa perbedaan. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut.


Download artikel lengkap