Di Tengah Ekonomi Lesu, BUMN Malah Rame-Rame Cari Utangan

Insights

by brg

Di Tengah Ekonomi Lesu, BUMN Malah Rame-Rame Cari Utangan

Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk, obligasi yang diterbitkan oleh BUMN ternyata masih diangap sexy oleh investor. Buktinya saja, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau biasa disebut MIND ID yang merupakan Holding BUMN Pertambangan, sukses menerbitkan surat utang global (global bonds) senilai 2,5 miliar dollar AS.

Jika dikonversi dalam rupiah dengan kurs Rp 15.000 per dollar AS maka dana yang diperolh Inalum dari obligasi ini setara dengan atau setara dengan Rp 37,5 triliun.

Menurut Direktur Utama PT. Inalum, Orias Petrus Moedak obligasi tersebut diterbitkan pada Selasa 12 Mei di empat pusat pasar modal dunia. Yakni di pasar modal di Singapura, Hong Kong, London, dan New York. Obligasi yang diterbitkan BUMN ini mengalami kelebihan permintaan 6,4 kali dari penawaran yang diumumkan.

Orias mengatakan, keberhasilan menerbitkan global bond ini menunjukkan kepercayaan investor global terhadap prospek jangka panjang Inalum. Sebagai catatan inilah obligasi terbesar di antara perusahaan pertambangan yang ada di Asia.

Lalu digunakan untuk apa duit sebanyak itu oleh Inalum? Menurut skala prioritasnya, Orias menjelaskan, dana yang didapat dari penerbitan surat utang global ini akan digunakan untuk membeli kembali sebagian dari total obligasi senilai 4 miliar dollar AS yang pernah diterbitkan perusahaan pada 2018.

Dana segar ini juga akan digunakan untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan strategis yang dapat mendukung bisnis Inalum. Lalu, duit yang didapat ini juga akan digunakan membantu pelunasan pembiayaan-pembiayaan perusahaan yang ada di grup MIND ID.

Sebagai informasi, holding perusahaan tambang Inalum membawahi empat perusahaan tambang BUMN lainnya. PT Antam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Freeport (Persero).

Di saat pandemi corona, semakin banyak BUMN yang menerbitlan obligasi. Sebut saja PT Hutama Karya (Persero) telah menerbitkan surat utang global sebesar US$ 600 juta. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga tak ingin ketinggalan dengan menerbitkan global bonds senilai US$ 500 juta dollar AS. Dalam setengah bulan terakhir ini saja global bonds yang sudah diterbitkan BUMN mencapai US$ 3,6 miliar atau setara dengan Rp 54 triliun.

Jika BUMN jadi rajin cari utang dari investor luar negeri, bukan tanpa sebab. Menteri BUMN Erick Tohir sendiri yang memang meminta perusahaan negara agar saat ini lebih aktif menerbitkan obligasi.
Alasannya, kebijakan ini diharapkan dapat membantu memperkuat cadangan devisa. Namun Eric lebih berharap obligasi itu diterbitkan oleh BUMN yang memeiliki rating bagus. “Obligasi ini dari perusahaan BUMN yang ratingnya bagus, seperti BRI, Mandiri," ujarnya.

Obligasi yang diterbitkan BUMN saat pendemi ini menurut Menteri BUMN juga ditujukans sebagai langkah antisipasi untuk mendorong sektor ekonomi yang terpukul gejolak akibat wabah yang telah melanda dunia.

Selain menerbitkan obliasi, Erick Tohir juga memerintahkan enam perusahaan untuk melakukan buyback atau pembelian saham kembali. Perusahaan yang dimaksud adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Pertamina, PT BA, Telkom, dan Jasa Marga.

Publik Harus Ikut Mengawasi

Perusahaan listrik negara PT PLN (Persero) juga menerbitkan obligasi di bulan Mei ini. Bedanya obligasi PLN membidik pasar domestik dengan nilai Rp1,73 triliun. Obligasi ini dicatatkan dalam bentuk pengajuan efek berifat utang pada 8 Mei 2020.

Mengutip Keterbukaan Informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), PLN mengajukan obligasi berkelanjuran III tahan VII tahun 2020 pada akhir pekan lalu. Tingkat utang obligasi korporasi tersebut bersifat tetap. Obligasi yang akan diterbitkan terbagi menjadi empat seri, pertama Seri A sebesar Rp316,70 miliar dengan tingkat bunga 7,92 % dan memiliki tenor tiga tahun.

Kedua, Seri B sebesar Rp99,15 juta dengan tingkat bunga 8,25% dan tenor lima tahun. Ketiga, Seri C sebesar Rp312,18 miliar dengan tingkat bunga 8,55% dan tenor tujuh tahun. Serta Seri D sebesar Rp1,009 triliun dengan tingkat bunga 9,1%.

Sebelumnya, pada Januarai 2020 PLN sudah menerbitkan surat utang dan berhasil menghimpun dana sebesar Rp 4,91 triliun. Ada dua surat berharga yang diterbitkan BUMN ini. Obligasi Berkelanjutan III tahap IV dengan nilai Rp 4,8 triliun dan Sukuk Ijarah berkelanjutan III thap IV dengan nilai Rp 115,5 miliar. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan memang saat ini PLN membutuhkan banyak dana. Baca juga: Ini Dia BUMN yang Gagal Bayar, Saatnya Bisnis Perusahaan Negara Dirombak Besar-Besaran

Rata-rata kebutuhan investasi PLN mencapai Rp 100 triliun per tahun. Oleh karena itu, kebutuhan investasi perusahaan hingga 2024 diperkirakan mencapai sekitar Rp 400 triliun. Tahun ini saja, kata Zulkifli, perseroan menganggarkan dana investasi sebesar Rp 90 triliun.

Dana itu bakal dialokasikan untuk belanja modal pembangunan infrastruktur transmisi distribusi serta sejumlah pembangkit listrik. " Jadi kami memang cari alternatif untuk pembiayaan investasi PLN," ujarnya. Sebagai perbandingan tahun lalu, PLN juga menganggarkan belanja modal sebesar Rp 90 triliun. Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan transmisi, gardu induk, dan pembangkit listrik.

Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group (BRG) mengatakan, obligasi yang diterbitkan BUMN akhir-akhir ini memiliki banyak tujuan. Tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan BUMN. Seperti misalnya untuk memperkuat strukrur modal seperti yang terjadi di Bank Mandiri dan BNI) .

Untuk Inalum dan Hutama Karya beda lagi tujuannya, yakni memperkuat modal kerja. Menyoroti keberhasilan Inalum yang mampu meraup dana US$2,5 miliar dari menerbitkan obligasi, Toto mengatakan, sekitar US$ 1 miliar akan digunakan untuk menutup hutang jatuh tempo perusahaan. Sisanya digunakan untuk investasi dan modal kerja. Seperti menyelesaikan proyek smelter di Mempawah . “Tenor obligasi yang panjang , 10 tahun dan 30 tahun akan sangat membantu arus cash flow perusahaan saat pembayarannya nanti,” ujar Toto kepada SINDOnews .

BUMN memang harus menerbitkan global bonds jika ingin mendapatkan pendaan yang besar. Sebab, pasar di dalam negeri tak akan mampu memberikan dana se besar itu. Toto pun mengingatkan kepada BUMN yang akan menerbitkan obligasi, apalagi global bonds, harus benar-benar bisa menjaga kriteria kesehatan keuangan perusahaan. Misalnya saja, ratio debt to equity mesti ada dalam batas yang relatif aman.

Tak kalah pentingnya adalah soal pengawasan. Toto berharap, publik harus mengawasi dengan ketat BUMN yang menerbitkan surat hutang dalam jumlah besar. Tujuanya agar dana dari hutang itu memang digunakan untuk alokasi yang tepat.

*
Sumber: Sindonews, 15 Mei 2020